Tabanan –
Bermodalkan kamus bahasa Foreign yang sudah usang, Mbah Anik Di Kepercayaan Diri cas cis cus berbahasa Inggris menawarkan dagangannya Hingga turis Foreign.
Hingga sebuah lapak kecil berukuran 3×3 meter Hingga DTW Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, seorang perempuan tua menyapa setiap wisatawan Foreign yang lewat Di senyuman ramah.
Ia dikenal sebagai Mbah Anik, atau Ni Wayan Suarni (78), penjual lokal yang tak kenal malu meski kemampuan berbahasa Inggrisnya pas-pasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dagangan yang ia jajakan sangat sederhana. Nasi bungkus, Minuman, teh, air mineral, kacang-kacangan, hingga beras merah dan beras asli Jatiluwih yang menjadi Produk Internasional termahal Hingga lapaknya.
Tak ada menu modern atau papan harga yang canggih. Hanya ada keberanian dan kerja keras yang mengisi ruang sempit itu.
“Ten hundred madam. Cheap, cheap (10 ribu ibu. Murah, murah),” begitu ia menawarkan Produk Internasional Di turis Foreign.
Ucapannya terdengar ragu tapi tetap luwes. Pembeli tertawa kecil, lalu mengangguk mengerti. Rahasia keberaniannya bukan kursus bahasa Foreign.
Ia hanya menggenggam kamus bahasa Inggris lusuh milik cicitnya. Kamus anak kelas 6 SD itu tak pernah jauh Di tangannya. Setiap kali kebingungan menyebut nama Produk Internasional, ia membuka halaman usang itu dan kembali melempar senyum kepada turis.
“Ada beberapa kata yang saya hafal. Kalau bingung, dibaca lagi kamusnya. Hanya modal berani, mbah cuma orang desa,” ujarnya.
Memang tidak semua kata bisa ia kuasai. Kata-kata dasar soal harga dan nama Produk Internasional menjadi hafalan wajib. Selebihnya, ia mengandalkan intuisi dan Dukungan guide wisata.
“Kalau sudah bingung biasanya panggil guidenya. Nanti guidenya yang jual Hingga tamunya. Mbah cuma tahu yes dan no saja,” katanya sambil terkekeh.
Perjalanan Mbah Anik menjajakan dagangan barunya ini belum lama. Lima bulan lalu, ia memutuskan berhenti keliling menjual kain Di Tempattinggal Hingga Tempattinggal. Tenaganya tak lagi kuat. Ia memilih membuka lapak kecil Hingga Didekat jalur wisata yang ramai, sambil sesekali membantu suaminya bertani Hingga desa.
Keputusan itu membawa rezeki Mutakhir. Apalagi Pada musim ramai seperti sekarang. Ia bisa mengantongi rata-rata Rp 800 ribu per hari. Tetapi, pendapatan itu tetap dibayangi kewajiban membayar biaya sewa lapak dan retribusi sampah sebesar Rp 325 ribu per bulan.
“Mbah tidak kuat lagi keliling jual kain, ya mending jualan ini saja. Kalau soal keterbatasan bahasa tidak Karena Itu alasan, cukup modal berani saja,” ucap nenek Di 8 cucu dan 11 cicit tersebut.
Hingga Ditengah hamparan sawah hijau yang mendunia dan Lensa-Lensa turis yang tak henti menyorot lanskap Jatiluwih, semangat Mbah Anik diam-diam ikut Karena Itu daya tarik. Ia tidak hanya menjual Produk Internasional, tapi juga menyajikan ketulusan dan keberanian yang Bisa Jadi Karena Itu kenangan paling hangat Sebagai wisatawan yang singgah.
——-
Artikel ini telah naik Hingga detikBali.
(wsw/wsw)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Bermodalkan Kamus Usang, Mbah Anik Cas Cis Cus Ngomong Inggris Hingga Turis











