Mantan Wartawan Febry Silaban. Foto/SINDOnews
Mantan Wartawan
AKHIR-akhir ini, ungkapan Untuk seorang orator dan filsuf Romawi Lebihterus banyak dikutip Karena Itu bahan obrolan Di grup WhatsApp, keluarga, organisasi, arisan, hingga Di warung-warung Minuman Kafein Di pelosok desa.
Nama filsuf itu, Marcus Tullius Cicero (106-43 SM). Dia bilang, “Hostis aut amicus non est in aeternum, commoda sua sunt in aeternum”. Tidak ada kawan atau kawan yang abadi. Yang abadi hanyalah kepentingan.
Ribuan tahun berikutnya, PM Inggris Henry Palmerstone (1784-1865) mengutip dan menegaskan ungkapan filsuf itu lagi. Di tanggal 1 Maret 1848, Di hadapan Legislatif, Palmerstone mengatakan: “We have no eternal allies, and we have no perpetual enemies. Our interests are eternal and perpetual….” Kita tidak Memperoleh sekutu abadi, dan kita tidak Memperoleh musuh abadi. Kepentingan kita adalah abadi dan kekal….
Obrolan Di grup WhatsApp dan warung Minuman Kafein itu makin ramai Sebab munculnya pasangan Calon Gubernur, cawagub, cawalkot, cawawalkot, cabup, dan cawabup yang Akansegera berlaga Di Pemungutan Suara Kepala Daerah Serentak Serentak 2024. Ada yang senang, ada yang kecewa, ada yang berapi-api membela jagoannya, ada yang berapi-api juga mencela lawannya, ada yang cuma membagi-bagikan “link” berita atau artikel orang lain (Mungkin Saja tujuannya memanas-manasi), tapi yang paling banyak itu yang diam-diam saja.
Enggak tahu, apakah Sebab paham, apatis, atau Mungkin Saja bingung ya. Kok bisa si itu Di sini, ya? Kok bisa yang itu enggak Karena Itu diusung, ya? Kok bisa partai itu balik mendukung lawannya dulu, ya?
Politik memang membingungkan. Sebab, politik Memperoleh logika sendiri. Maka Untuk politik tidak ada kawan dan lawan abadi. Yang abadi adalah kepentingan. Untuk sebab itu, tidak mengherankan orang kadang mengatakan bahwa politik itu kotor. Politik itu dunia yang tidak jujur, penuh tipu daya, dan permainan licik, serta Pendekatan palsu.
Tadinya saya pikir, Parpol Membahas putusan memilih jagoan Kandidat Pemungutan Suara Kepala Daerah Serentak ini Didalam prinsip terkenal Latin “minus malum”, atau “yang paling sedikit buruknya Di Di yang buruk-buruk”. Ternyata pilihannya malah “maior malum”, atau “yang keburukannya sedikit lebih banyak Di Di banyak (orang) yang buruk-buruk”.
Saya Karena Itu ingat Di diktum yang konon katanya Untuk Romo Franz Magnis Suseno, S.J., “Pemungutan Suara Rakyat bukan Sebagai memilih yang terbaik, tapi Sebagai mencegah yang terburuk berkuasa.” Kata-kata ini selalu dimunculkan setiap Pemungutan Suara Rakyat dan Pemungutan Suara Kepala Daerah Serentak. Pilihlah yang kadar keburukannya lebih sedikit, begitu kira-kira maknanya. Mirip Didalam “minus malum” tadi.
Pemungutan Suara Kepala Daerah Serentak Sebagai mencegah yang terburuk berkuasa terdengar sangat tendensius. Seakan-Akansegera hanya sebuah tujuan minimal saja. Pragmatis Simpel. Pemungutan Suara Rakyat seharusnya memilih yang terbaik Di Di yang baik-baik. Tapi mungkinkah itu terjadi? Justru itu yang harus kita tuju.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Minus Malum aut Maior Malum