Jakarta –
Malam satu Suro adalah momen pergantian tahun Di kalender Jawa. Akan Tetapi, tak hanya momen berganti tahun, tersingkap banyak Kebiasaan, mitos, hingga larangannya.
Sebagai informasi, kalender Jawa diawali Didalam bulan Suro. Apabila merujuk Didalam Kalender Hijriah 2024 yang resmi dibagikan Dari Kementerian Agama (Kemenag) RI, dapat diketahui bahwa 1 Suro jatuh Di tanggal 8 Juli 2024. Akan Tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sejarah dan Kebiasaan Di malam satu Suro?
Akan Tetapi, kehadiran malam 1 Suro berbeda Didalam tanggal 1 Suro itu sendiri. Hal ini senada Didalam apa yang disampaikan Di Bacaan ‘Asesmen Kognitif Pembelajaran IPA Didalam Pendekatan STEM Berbasis Kearifan Lokal’ karya Ahmad Annadzawil Arzaq, dkk, bahwa pergantian hari Di kalender Jawa dimulai Di Di matahari terbenam Di hari Sebelumnya Itu. Hal tersebut Menunjukkan malam 1 Suro Berencana berlangsung Di tanggal 7 Juli 2024 Setelahnya matahari terbenam Di waktu tersebut.
Mengingat malam satu Suro sudah Lebih Didekat, tidak ada salahnya Untuk detikers Untuk mengenal secara lebih Didekat Didalam istilah tersebut. Salah satunya Didalam memahami seputar sejarah malam satu Suro bisa bermula.
Sejarah Malam Satu Suro
Yang Terkait Didalam Didalam sejarah malam satu Suro dijelaskan secara singkat Di Di Bacaan ‘Dialektika Islam Dan Kebiasaan Global Nusantara: Didalam Perundingan, Adaptasi Hingga Komodifikasi’ karya Prof Dr Suprapto, M Ag, sejarah malam satu Suro berkaitan Didalam sejarah Sultan Agung sebagai raja Mataram.
Dikatakan bahwa Sultan Agung berhasil memadukan penanggalan Jawa yang didasarkan Di tahun Saka. Hal tersebut berasal Didalam warisan tahun Hindu. Lalu Sultan Agung memadukan penanggalan Jawa tersebut Didalam penanggalan Hijriah atau Islam.
Hal tersebut menghasilkan sebuah akulturasi kreatif yang memberi dampak Di penyebaran Islam Di tanah Jawa secara positif. Hal ini membuat penanggalan Jawa satu suro tidak jarang bersamaan Didalam 1 Muharram yang ada Di Di kalender Hijriah.
Sambil Itu, menurut sebuah jurnal bertajuk ‘Makna Ritual Penyembelihan Kambing Kendhit Di Kebiasaan Suroan Di Desa Puhjajar Kecamatan Papar Kabupaten Kediri’ karya Bayu Tri Nugroho, dijelaskan secara rinci mengenai sejarah suroan yang berkaitan erat Didalam satu Suro Di penanggalan Jawa.
Merujuk Didalam jurnal tersebut disampaikan istilah Suro berasal Didalam kata Asyura yang Di Di bahasa Arab berarti sepuluh. Hal ini dikarenakan Asyura merupakan hari Di-10 Di bulan Muharram. Akan Tetapi, istilah Asyura justru lebih populer disebut sebagai Suro Untuk kalangan Komunitas Jawa.
Lalu sejarah satu Suro bermula Di tahun 1663 Masehi Di Sultan Agung Hanyokrokusumo membuat sistem kalender Jawa yang Mutakhir. Hal ini dilakukan agar dapat mempersatukan raja dan kawula Di Di itu.
Alih-alih Mengadakan ritual Kerajaan Rajawedha, diadakan upacara satu Suro sebagai gantinya. Melewati upacara tersebut Rajawedha dapat lebih bersatu Didalam upacara yang diselenggarakan Dari kaum petani Gramawedha. Di Di itu kaum petani tersebut Ditengah Melakukan upacara menyambut Tahun Mutakhir Islam yang bertepatan Didalam 1 Muharram.
Lalu berkat hal tersebut, Di akhirnya dapat mempersatukan bangsa Di melawan penjajah. Terutama mewujudkan persatuan Untuk umat Islam Mataram Didalam Banten.
Arti Malam Satu Suro
Lantas seperti apa arti malam satu Suro Untuk Komunitas? Masih merujuk Di jurnal yang sama, kehadiran bulan Suro sebagai awal tahun yang Mutakhir Di Di kalender Jawa Disorot sebagai momentum yang sakral dan juga suci. Tidak jarang, Komunitas memaknai satu Suro sebagai awal Untuk menemukan jati diri.
Hal ini tidak terlepas Didalam sikap “eling lan waspodo” atau dapat diartikan sebagai selalu ingat dan berhati-hati. Bukan hanya itu, waktu tersebut juga dapat dimaknai sebagai cara agar dapat lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Lalu masih disampaikan Di Bacaan Sebelumnya Itu bahwa bulan Suro Disorot Dari sebagian Komunitas Jawa sebagai bulan yang keramat. Justru tidak jarang ada yang menyebutnya sebagai galengane taun atau pematangnya tahun.
Kebiasaan Malam Satu Suro
Sebagai cara menyambut datangnya bulan Suro, tidak sedikit Komunitas Jawa yang melakukan sejumlah Kebiasaan. Terdapat banyak Kebiasaan malam satu Suro yang masih kerap dilakukan Dari sebagian Komunitas.
Akan Tetapi, Di kesempatan kali ini Berencana dipaparkan tiga Kebiasaan malam satu suro yang berasal Didalam Komunitas Di Area Jawa. Berikut sejumlah Kebiasaan malam satu suro yang dirangkum Didalam Bacaan ‘Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa’ karya Muhammad Sholikhin, ‘Pembelajaran IPS Berbasis Kebiasaan Global Jawa Untuk Kelas IV SD-MI’ yang disusun Dari Oktiana Handini, SPd, MPd dan Bambang Hermoyo, SH, MH, hingga 100 Kebiasaan Unik Di Indonesia’ karya Fatiharifah.
1. Kirab Malam Satu Suro
Kebiasaan malam satu Suro yang pertama datang Didalam Keraton Surakarta yang Mengadakan Kirab Malam Satu Suro. Melewati Kebiasaan ini ada berbagai iring-iringan yang menyertai kirab. Sebut saja iring-iringan hasil panen, barisan kerbau bule, hingga para abdi dalem keraton yang memakai busana adat Jawa.
2. Tapa Bisu Mubeng Beteng
Tidak hanya Keraton Surakarta, terdapat Kebiasaan malam satu Suro yang digelar Dari Keraton Jogja. Kebiasaan tersebut dikenal sebagai Tapa Bisu Mubeng Beteng. Melewati Kebiasaan ini para abdi dalem Keraton Jogja Berencana berdiam diri atau membisu sembari berjalan memutari pagar yang mengelilingi Keraton Jogja. Tidak hanya dilakukan Dari para abdi dalem, Tapa Bisu Mubeng Beteng juga kerap diikuti Dari Komunitas sektiar.
3. Selamatan
Seperti namanya, Kebiasaan Selamatan bertujuan Untuk Membeberkan rasa syukur atas segala keberkahan hidup yang diraih Di setahun. Biasanya Komunitas Melakukan Kebiasaan Selamatan Didalam Melakukan doa bersama maupun dzikir dan mujahadah. Tidak jarang, Kebiasaan ini berlangsung Setelahnya Isya hingga tanggal satu Suro. Sebagai simbol rasa syukur.
Mitos dan Larangan Malam Satu Suro
Tidak hanya diwarnai Didalam berbagai Kebiasaan, malam satu Suro juga kerap dikaitkan Didalam sejumlah mitos hingga larangan. Lantas apa sajakah mitos dan larangan yang menyertai kehadiran malam satu Suro? Dikutip Didalam jurnal ‘Makna Komunikasi Ritual Komunitas Jawa (Studi Perkara Pidana Hukum Di Kebiasaan Perayaan Malam Satu Suro Di Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta, dan Pura Mangkunegaran Solo)’ karya Galuh Kusuma Hapsari, berikut sejumlah mitos dan larangan malam satu Suro:
1. Dilarang keluar Tempattinggal Di malam hari
2. Dilarang Melakukan pesta pernikahan maupun sunatan
3. Dilarang berbicara atau sekadar berbisik Di mengikuti Kebiasaan Tapa Bisu Mubeng Beteng
4. Dilarang berkata kasar atau hal-hal yang buruk
5. Dilarang membangun atau pindah Di Tempattinggal Mutakhir
________________
Baca artikel selengkapnya Di detikJateng
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Malam Satu Suro Penuh Sejarah dan Kebiasaan, Ini Arti, Mitos, hingga Larangan