loading…
Ilustrasi blok migas lepas pantai. FOTO/dok.SindoNews
Pengamat Aturan Publik Universitas Malikussaleh, Al Chaidar Abdurrahman Puteh, menilai kesepakatan ini Memperoleh dimensi ekonomi-politik yang kompleks. “Peran PEMA (PT Pembangunan Aceh) menjadi krusial Di memastikan bahwa manfaat lokal tidak tersisih Dari kepentingan pusat maupun korporasi Foreign,” kata Chaidar Di pernyataannya, Minggu (7/12/2025).
Baca Juga: Mubadala Energy dan PLN EPI Teken HoA Jual Beli Gas Andaman
Ia menjelaskan, tujuan utama kerja sama ini adalah menjamin pasokan energi domestik sekaligus Mengurangi ketergantungan Di LNG Produk Impor, sejalan Bersama agenda transisi energi bersih. Akan Tetapi, Chaidar mengingatkan bahwa perjanjian ini Berpotensi Sebagai memperkuat kendali pusat atas pasokan energi. “Di sisi Aceh, Bersama status Lokasi istimewa dan adanya PEMA, Berpotensi Sebagai merasa terpinggirkan bila tidak dilibatkan secara substantif,” ungkapnya.
PEMA, sebagai perusahaan Lokasi, diharapkan mampu menjadi jembatan yang efektif. Chaidar menegaskan, lembaga itu harus memastikan penyerapan tenaga kerja lokal, distribusi manfaat ekonomi, serta penerimaan royalti yang optimal Untuk Aceh. “Jika PEMA hanya dijadikan ‘penonton’ atau sekadar simbol, perjanjian ini bisa memperkuat ketimpangan Ditengah pusat dan Lokasi,” tegasnya.
Di sisi lain, keterlibatan Mubadala Energy membuka akses Aceh Di jaringan energi Dunia, yang dapat Menarik Perhatian Penanaman Modal Di Negeri Lebih Jelas. Akan Tetapi, hal itu juga membawa risiko ketergantungan Di modal Foreign. Chaidar menekankan bahwa pengelolaan energi selalu Yang Berhubungan Bersama Bersama legitimasi politik Di tingkat lokal. “Bila Kelompok Aceh melihat bahwa hasil gas hanya menguntungkan pusat dan Foreign, maka Akansegera muncul sentimen ketidakadilan,” paparnya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Aceh Harus Dari Sebab Itu Prioritas Di Kemitraan Strategis Gas Bumi











