Laos terbelit utang luar negeri hingga ratusan triliun yang menyebabkan perekonomiannya tertekan. FOTO/Ilustrasi/Reuters
Bangsa berkembang Ke Asia Tenggara ini diketahui meminjam banyak uang, terutama Di China Lewat Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and RoadInitiative/BRI) Untuk mendanai Langkah infrastrukturnya yang ambisius. Bertujuan menjadi “baterai” Ke kawasan Asia Tenggara, Laos membangun Di 80 bendungan pembangkit listrik tenaga air Ke Sungai Mekong dan anak-anak sungainya. Tetapi, pendapatan Di infrastruktur tersebut belum Masuk, Sambil kewajiban pembayaran utang terus Menimbulkan Kekhawatiran.
Mengutip abc.net.au, total utang domestik dan internasional Laos yang dijamin pemerintah mencapai USD13,8 miliar, Di Rp220,8 triliun Ke kurs Rp16.000/USD, atau 108% Di produk domestik bruto (PDB) Bangsa tersebut, tahun lalu. Di setengah Di USD10,5 miliar yang terutang Di Bangsa lain adalah utang Di China – meski rincian pinjaman tersebut masih belum jelas.
Awalnya, Situasi ekonomi bekas protektorat Prancis yang telah menjadi republik sosialis Sebelum Partai Revolusioner Rakyat Laos berkuasa Ke akhir Pertempuran Vietnam tahun 1975 itu cukup baik. Bersama penduduk berjumlah Di 8 juta orang, yang sebagian besar bekerja Ke bidang Pertanian, perekonomian Laos terus Merasakan Perkembangan yang solid sepanjang tahun 2010-an, Bersama uang pinjaman Masuk masuk Untuk mendanai Langkah infrastruktur.
Tetapi, keadaan memburuk Di Penyebara Nmassal, Ke mana Kurs Matauang Bangsa itu, yang dikenal sebagai kip, terdepresiasi drastis, yang Ke gilirannya memicu Kenaikan Fluktuasi Harga Dan Jasa yang Menjadi Wabah. Menurut Lembaga Keuangan Internasional, Kenaikan Fluktuasi Harga Dan Jasa utama Laos mencapai rata-rata 31% Di tahun 2023.
“Faktor utama Di jatuhnya nilai Kurs Matauang kip adalah kurangnya Kurs Matauang Foreign yang tersedia Ke Bangsa tersebut, akibat Di kebutuhan Untuk membayar utang luar negeri yang besar, Kendati ada beberapa penangguhan, dan terbatasnya arus masuk modal,” ungkap Lembaga Keuangan Internasional Di sebuah laporan tahun lalu.
Akar masalah yang dihadapi Bangsa itu, menurut dosen senior tambahan Di studi pembangunan Ke Universitas James Cook, Kearrin Sims, Sebab Laos telah berutang Di jumlah besar, Tetapi tidak berkelanjutan. Sambil infrastruktur Mutakhir tersebut mencakup proyek transportasi seperti jalan raya dan jalur kereta api patungan Bersama China, menurutnya proyek pembangkit listrik tenaga air merupakan kontributor terbesar Pada masalah utang Bangsa.
Ia menambahkan bahwa masalah tersebut diperparah Dari melambatnya Perkembangan ekonomi Di Penyebara Nmassal. “Tetapi, jika Anda melihat Gaya jangka panjang Yang Berhubungan Bersama utang Laos, jelas bahwa ini adalah masalah yang sudah dimulai jauh Sebelumnya Penyebara Nmassal,” katanya, seperti dilansir abc.net.au, Kamis (18/7/2024).
Menurut dia, upaya Untuk mencapai Perkembangan ekonomi yang pesat Lewat proyek infrastruktur berskala besar merupakan pendekatan yang keliru. “Infrastruktur berskala besar dapat Menyediakan kontribusi penting Untuk pembangunan, tapi juga kerap memerlukan pinjaman Di jumlah besar Untuk membiayainya,” katanya.
Bagai lingkaran setan, besarnya kewajiban utang Laos Lalu menyebabkan lebih sedikitnya dana Di Biaya Untuk hal-hal seperti Belajar dan layanan sosial. Sims mengatakan, uang yang digunakan Untuk membayar utang adalah uang yang tidak digunakan Untuk hal-hal seperti Belajar, Penanganan Kesejaganan, layanan sosial, dan jenis Barang Dagangan publik lainnya. “Di konteks Laos, ekonomi berpendapatan menengah Di bawah, hal itu berdampak nyata Ke upaya pengentasan Kesenjangan Ekonomi, Pada kemampuan Laos Untuk mencapai tujuan Pembangunan Ramah Lingkungan,” tuturnya.
Direktur Pusat Pembuatan Indo-Pasifik Institut Lowy, Roland Rajah, mengatakan depresiasi Kurs Matauang kip dan Kenaikan Fluktuasi Harga Dan Jasa telah menghancurkan Rumah tangga Ke Laos. “Harga konsumen yang terukur telah Menimbulkan Kekhawatiran Di dua kali lipat, termasuk Untuk kebutuhan pokok seperti Minuman dan Terapi-obatan,” ujarnya. “Orang-orang Ke Lokasi perkotaan adalah yang paling terdampak Sebab mereka lebih bergantung Ke pendapatan tunai dan Minuman Pembelian Barang Di Luar Negeri,” tambahnya.
Keith Barney, profesor madya Ke Sekolah Aturan Publik Crawford ANU, mengatakan penduduk pedesaan dapat bergantung Ke pasokan Minuman yang ditanam atau dipetik Di alam sampai batas tertentu. “Tetapi, terutama Untuk Kelompok miskin perkotaan dan kelas menengah Di bawah, daya beli mereka telah berkurang secara signifikan,” jelasnya.
Hal ini memengaruhi kemampuan Kelompok miskin perkotaan Untuk membeli Minuman sehat dan bergizi Di jumlah yang cukup serta hal-hal seperti pengeluaran Untuk Belajar dan Kesejaganan. “Ketidak Stabilan Ekonomi telah menjadi bencana Untuk pemuda Laos yang putus sekolah Bersama jumlah yang sangat tinggi, Bersama ribuan orang menyeberangi perbatasan Di Thailand atau tempat yang lebih jauh, Untuk mencari pekerjaan Bersama Kurs Matauang Foreign,” tambahnya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Getol Bangun Infrastruktur, Tetangga Indonesia Ini Terbelit Utang China